Bangkitlah Pemuda!
Oleh : Andrie Wongso
Bulan ini, tanggal 28 Oktober 2008 kita kembali memperingati Hari Sumpah Pemuda. Tepat 80 tahun silam, beberapa pemuda dari berbagai golongan mencetuskan sumpah yang hingga kini, hampir kita semua menghapalinya. Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, itulah inti sumpah yang dianggap sebagai batu pancang persatuan bangsa yang kemudian mengantarkan Indonesia merdeka 17 tahun sesudahnya, yakni pada tahun 1945.
Pemuda memang harapan bangsa. Apalagi, jika ditilik lebih jauh ke
belakang, Kebangkitan Nasional pun sebenarnya juga dipelopori oleh
generasi muda, yang kala itu tergabung melalui organisasi Boedi Oetomo.
Kini, 100 tahun pasca Kebangkitan Nasional dan 80 tahun Sumpah Pemuda,
patut dipertanyakan apa peran para pemuda kali ini?
Reformasi tahun 1998 bisa dikatakan sebagai salah satu simbolisasi
gerakan pemuda demi kebangkitan bangsa. Sayangnya, tak banyak perubahan
yang terjadi pascakrisis moneter yang melanda beberapa bangsa di dunia.
Saat negara lain-termasuk negara tetangga seperti Malaysia dan
Thailand-telah kembali pulih, bangsa ini sepertinya tak kunjung menemui
jalan terang. Kalaupun ada sejumlah hal yang mengalami peningkatan,
seperti pemberantasan korupsi atau menurunnya angka kemiskinan, hal itu
belumlah terlalu signifikan dampaknya bagi kebangkitan bangsa. Lantas,
apa sebenarnya yang membuat bangsa kita seolah tak segera mampu bangkit
seperti bangsa lainnya?
Barangkali, satu survei yang baru-baru ini dilakukan oleh harian
Media Indonesia bisa menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekitar 480
responden pemuda yang tersebar di enam kota besar, Jakarta, Medan,
Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makasar, menyebut bahwa orang
Indonesia cenderung malas bekerja. Jumlah yang meyakini orang Indonesia
sebagai golongan pemalas mencapai 58,3 persen. Sedangkan yang menyebut
orang Indonesia rajin hanya 33,8 persen, dan sisanya mengaku tidak tahu.
Jika benar hitungan ini, sungguh merupakan hal yang sangat merugikan
kita sebagai bangsa yang besar, subur, dan kaya raya ini.
Sikap malas merupakan salah satu bentuk kemiskinan mental yang akan
membuat kita terpuruk dalam jurang ketakberdayaan. Sebaliknya, sikap
rajin akan mempercepat langkah untuk segera bangkit dari keterpurukan.
Dan ini dibuktikan oleh beberapa negara yang sudah bangkit dari krisis
seperti Korea Selatan. Di negeri ginseng itu budaya kerjanya sudah
sangat cepat, teratur, disiplin, dan jauh dari kesan pemalas.
Memang, meski hasil survei tersebut tak bisa dikatakan mewakili hal
sesungguhnya, tapi setidaknya angka-angka itu menjadi cerminan diri kita
sebagai bangsa. Dan, seharusnya pula hal itu bisa kita jadikan sarana
evaluasi bersama. Sudahkah kita, sebagai pribadi, punya sikap kaya
mental? Sudahkah kita sebagai pemuda harapan bangsa, tak lagi memiliki
sikap suka menunda-nunda? Sebab, hanya dengan memulai dari diri
sendirilah kita akan mampu bangkit.
Karena itulah, menyambut peringatan Sumpah Pemuda ke-80 ini, mari
kita kembangkan sikap kaya mental pada diri masing-masing. Gali dan
terus kembangkan potensi demi kemajuan diri dan bangsa Indonesia.
Bosan kita menderita! Saatnya bersama, bersatu bangun Indonesia!!!
















0 komentar:
Posting Komentar